Harga BBM Naik, Harga Beras Ikut Naik 10 Persen

Harga beras berpotensi naik hingga 10 persen akibat rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Kenaikan tersebut diakibatkan kenaikan biaya angkut beras karena naiknya harga BBM dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter.

Hal itu dikatakan Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir ketika diwawancarai sejumlah wartawan. “Kemungkinan harga beras naik 5 hingga 10 persen,” kata Winarno, Selasa (27/3).

Tak hanya kenaikan biaya angkut, lanjut Winarno, kenaikan harga BBM yang rencananya akan dilakukan mulai 1 April 2012 juga akan menaikkan biaya produksi.

Komponen yang mengalami kenaikan yakni biaya pemupukan, pembasmi hama, dan tenaga kerja yang menyesuaikan dengan kenaikan BBM.

Apakah kenaikan harga beras sudah terjadi? Winarno menilai akan terjadi pada April mendatang saat BBM benar-benar dinaikkan.

Harga beras akan berada di kisaran Rp6.930 hingga Rp7.260 per kilogram. Harga beras saat ini menurut harga pembelian pemerintah (HPP) yakni Rp6.600 per kilogram

Hutan Sumbang 9,4 Juta Ton Pangan

MENTERI Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa kawasan hutan mampu menopang ketahanan pangan nasional dengan produksi sampai 9,4 juta Ton per tahun.
Konstribusi itu menurut Zulkifli Hasan, didapat saat panen perdana padi di Desa Wanawali, Kabupaten Purwakarta minggu (25/3), yang dihasilkan dari kegiatan tumpangsari tanaman pangan dikawasan hutan seluas 16 hektare selama 1998-2010.
kalau seluruh potensi dimaksimalkan, kata menteri, areal konsesi hutan hutan saja bisa menyumbang bahan pangan lebih dari 35 juta ton, belum termasuk kawasan hutan lindung dan kawasan konservasiyang bisa dimanfaatkan hasil hutan bukan kayunya.
kita sudah menyediakan lahan 200 ribu hektare di klateng, kaltim, dan kalbar. kementrian pertanian tinggal menentukan lokasi mana yang paling cocok untuk pengembangan produk pertanian karena mereka yang lebih mengetahui.

sumber : Media Indonesia

Wajah Hukum Ekonomi Di Indonesia

Wajah Hukum Ekonomi Di Indonesia

Ada beberapa pengertian hukum yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

Pengertian hukum menurut Aristoteles sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar

Pengertian hukum menurut Leon Duguit Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

Pengertian hukum menurut John Austin Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.

Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.

Pengertian Hukum ekonomi dan ekonomi:
Hukum
Hukum merupakan kata yang sering menghiasi kehidupan sehari-hari, terutama melalui berita di media massa. Marilah kita melihat apa definisi dari konsep dasar hukum itu sendiri.
Pada dasarnya reformasi hukum harus menyentuh tiga komponen hukum yang disampaikan oleh Lawrence Friedman yang meliputi:
1. Struktur Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum merupakan pranata hukum yang menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum, lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
1. Substansi Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu sendiri, artinya isi hukum tersebut harus merupakan sesuatu yang bertujuan untukmenciptakan keadilan dan dapat diterapkan dalam masyarakat.
2. Budaya Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran masyarakat dalam menaati hukum itu sendiri.

Ekonomi
Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.

Hukum ekonomi ada 2 yaitu :
1. Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2. Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan (HAM) manusia Indonesia.

Ruang lingkup hukum ekonomi :
Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi internasional pembagiannya sbb:
1. Hukum ekonomi pertanian atau agraria, yg di dalamnya termasuk norma-norma mengenai pertanian, perburuan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
2. Hukum ekonomi pertambangan.
3. Hukum ekonomi industri, industri pengolahan.
4. Hukum ekonomi bangunan.
5. Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan pariwisata.
6. Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
7. Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga, tenaga kerja.
8. Hukum ekonomi angkutan.

Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :

a. Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
b. Sebagai sarana pembangunan
c. Sebagai sarana penegak keadilan
d. Sebagai sarana pendidikan masyarakat

Keempat fungsi tersebut dapat diterapkan dalam hukum ekonomi yang merupakan suatu sistem hukum nasional yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat .

Tugas Hukum Ekonomi :

Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi :
a. Peningkatan pembangunan ekonomi
b. Perlindungan kepentingan ekonomi warga
c. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
d. Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
e. Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata hukum

Tujuan Hukum :

Dengan adanya hukum di Indonesia maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

Contoh Kasus Hukum dalam Ekonomi :
a. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
b. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
c. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.

sumber :http://www.rentcost.com dan http://ghoo.blog.com

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA
AKSI kekerasan atas nama suku agama ras dan antargolongan (SARA) masih sering terjadi di negeri kita tercinta ini. Sebagian kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri mereka sebagai pembela suatu agama berkali-kali melakukan aksi memberantas kemaksiatan massal. Terkadang, aksi ini diiringi dengan tindakan anarkis, merusak, mensweeping, bahkan menganiaya, membuat masyarakat resah. Keresahan masyarakat ini bukan tanpa alasan.
Di balik kebebasan dalam beragama dan memeluk keyakinan yang berlaku di negeri ini, masih ada kelompok yang memaksakan kehendak, untuk mengikuti atau meninggalkan hal yang dilarang oleh agama mereka yang tidak jarang diiringi dengan kekerasan. Masyarakat resah bukan karena mereka tidak mau mengikuti ajakan mereka, namun mereka resah karena tindakan kekerasan yang tidak jarang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Ketidakpuasan
Tindakan mereka pada dasarnya adalah baik, yakni memberantas kemaksiatan yang merajalela di negeri kita ini. Mereka menganggap jika hanya amar makruf (mengajak kebaikan) tanpa nahi munkar (mencegah kemungkaran), maka tidak akan tercipta masyarakat yang baik. Ibarat sawah, jika hanya ditanami padi tanpa memberantas hama tikus, wereng, dan lain sebagainya, maka tidak akan menghasilkan panen yang baik. Sudah banyak orang yang melakukan amar makruf, mulai dari da’i, guru, para cendekiawan dan aparat pemerintah, namun sedikit sekali dari mereka yang secara langsung dan terang-terangan menolak kemungkaran.

Di negeri ini mungkin hanya ada satu institusi yang berwenang dalam menolak kemungkaran, yakni Kepolisian dan penegak hukum lain. Karena kinerja Kepolisian dan para penegak hukum yang belum mampu untuk menolak kemungkaran secara baik, ketidakpuasan dan keresahan masyarakat pun menyeruak demi melihat masih merajalelalnya kemungkaran di sekitar mereka. Tidak heran, tergeraklah mereka untuk bertindak memberantas kemungkaran tersbeut dengan tangan mereka sendiri.
Tindakan ormas ini memberantas kemungkaran yang tanpa disertai wewenang khusus dalam memberantas kemungkaran membuat mereka bertindak dengan cara sendiri. Prosedur hukum pun ditinggalkan, karena menurut mereka, hukum yang berlaku sekarang ini tidaklah mempan untuk memberantas kemungkaran bahkan cenderung dipermainkan oleh para aparat penegak hukumnya.
Tindakan mereka yang di luar koridor hukum inilah yang membuat tindakan mereka dinilai anarkis oleh sebagian masyarakat. Tak jarang mereka melakukan kekerasan karena berbagai cara telah dilakukan, namun kemaksiatan belum juga sirna.
Dibubarkan?
Keresahan sebagian masyarakat akan ‘ulah’ kelompok ini berujung pada tuntutan pembubaran kelompok tersebut. Menurut mereka, kelompok yang suka bertindak anarkis ini memang benar-benar meresahkan. Namun, kita belum tahu sebenarnya, siapakah sebagian masyarakat yang menuntut pembubaran itu? Apakah mereka termasuk pelaku kemungkaran yang merasa nyaman dengan aparat penegak hukum, namun merasa terganggu dengan dengan tindakan kelompok ini atau benar-benar masyarakat yang baik, namun merasa terganggu dengan ulah mereka?
Lemahnya penegakan hukum yang berakibat pada merajalelanya kemungkaranlah yang membuat mereka tergerak untuk beraksi. Mereka akan senantiasa melancarkan aksi mereka selama masih merajalelanya kemungkaran di sekitar mereka dan hukum belum benar-benar ditegakkan dan membuat jera pelaku kemungkaran.
Pembubaran kelompok mereka tidak akan berdampak apapun terhadap aksi mereka, karena selama masih ada kemungkaran dan hukum belum mampu memberantasnya, maka mereka akan tergerak untuk memberantasnya. Justru ini adalah tamparan keras bagi aparat penegak hukum agar mereka memperbaiki kinerja mereka, menegakkan keadilan, mengajak kebaikan dan memberantas kejahatan.
Paparan diatas baru membahas masalah SARA, bagaimana dengan penegakkan hukum tentang kasus Tindak Pidana Korupsi (tipikor) ?, siapa saja yang berperan didalamnya, apakah Kepolisian, para Jaksa, para Hakim, Elit Politik atau malah mereka semuanya ?, jika memang begitu lalu kepada siapa lagi kita harus mencari keadilan ?

Sumber : lihatberita

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA

Cita-cita reformasi untuk mendudukan hukum di tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga detik ini tak pernah terrealisasi. Bahkan dapat dikatakan hanya tinggal mimpi dan angan-angan. Begitulah kira-kira statement yang pantas diungkapkan untuk melukiskan realitas hukum yang ada dan sedang terjadi saat ini di Indonesia.
Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan akibat dari kondisi penegakan hukum yang stagnan dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif (hanya kepada yang lemah). Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang “kumuh” seperti itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M) yang menyatakan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat.
Akibat yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri di masyarakat adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada.
Lalu pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat lima faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, kelima faktor tersebut yaitu :
Pertama, lemahnya keinginan politik dan tindakan politik para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, penegakan hukum masih sebatas janji-janji politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye.
Kedua, rendahnya moral, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.
Ketiga, minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum.
Keempat, tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.
Kelima, kebijakan (policy) yang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif (menyeluruh) dan tersistematis.
Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Terkait dengan struktur sistem hukum, perlu dilakukan penataan terhadap intitusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum. Dan hal lain yang sangat penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur sistem hukum di Indonesia adalah birokrasi dan administrasi lembaga penegak hukum. Memang benar bahwa salah satu ciri dari hukum modern adalah hukum yang sangat birokratis. Namun, birokrasi yang ada harus respon terhadap realitas sosial masyarakat sehingga dapat melayani masyarakat pencari keadilan dengan baik.
Untuk budaya hukum (legal culture) perlu dikembangkan prilaku taat dan patuh terhadap hukum yang dimulai dari atas (top down). Artinya, apabila para pemimpin dan aparat penegak hukum berprilaku taat dan patuh terhadap hukum maka akan menjadi teladan bagi rakyat.
Akhirnya, kita hanya bisa berharap agar pemerintah dapat menyelesaikan masalah penegakkan hukum di negara yang kita cintai ini yaitu Indonesia. ***

PENEGAKAN HUKUM DIINDONESIA

Featured

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA
AKSI kekerasan atas nama suku agama ras dan antargolongan (SARA) masih sering terjadi di negeri kita tercinta ini. Sebagian kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri mereka sebagai pembela suatu agama berkali-kali melakukan aksi memberantas kemaksiatan massal. Terkadang, aksi ini diiringi dengan tindakan anarkis, merusak, mensweeping, bahkan menganiaya, membuat masyarakat resah. Keresahan masyarakat ini bukan tanpa alasan.
Di balik kebebasan dalam beragama dan memeluk keyakinan yang berlaku di negeri ini, masih ada kelompok yang memaksakan kehendak, untuk mengikuti atau meninggalkan hal yang dilarang oleh agama mereka yang tidak jarang diiringi dengan kekerasan. Masyarakat resah bukan karena mereka tidak mau mengikuti ajakan mereka, namun mereka resah karena tindakan kekerasan yang tidak jarang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Ketidakpuasan
Tindakan mereka pada dasarnya adalah baik, yakni memberantas kemaksiatan yang merajalela di negeri kita ini. Mereka menganggap jika hanya amar makruf (mengajak kebaikan) tanpa nahi munkar (mencegah kemungkaran), maka tidak akan tercipta masyarakat yang baik. Ibarat sawah, jika hanya ditanami padi tanpa memberantas hama tikus, wereng, dan lain sebagainya, maka tidak akan menghasilkan panen yang baik. Sudah banyak orang yang melakukan amar makruf, mulai dari da’i, guru, para cendekiawan dan aparat pemerintah, namun sedikit sekali dari mereka yang secara langsung dan terang-terangan menolak kemungkaran.

Di negeri ini mungkin hanya ada satu institusi yang berwenang dalam menolak kemungkaran, yakni Kepolisian dan penegak hukum lain. Karena kinerja Kepolisian dan para penegak hukum yang belum mampu untuk menolak kemungkaran secara baik, ketidakpuasan dan keresahan masyarakat pun menyeruak demi melihat masih merajalelalnya kemungkaran di sekitar mereka. Tidak heran, tergeraklah mereka untuk bertindak memberantas kemungkaran tersbeut dengan tangan mereka sendiri.
Tindakan ormas ini memberantas kemungkaran yang tanpa disertai wewenang khusus dalam memberantas kemungkaran membuat mereka bertindak dengan cara sendiri. Prosedur hukum pun ditinggalkan, karena menurut mereka, hukum yang berlaku sekarang ini tidaklah mempan untuk memberantas kemungkaran bahkan cenderung dipermainkan oleh para aparat penegak hukumnya.
Tindakan mereka yang di luar koridor hukum inilah yang membuat tindakan mereka dinilai anarkis oleh sebagian masyarakat. Tak jarang mereka melakukan kekerasan karena berbagai cara telah dilakukan, namun kemaksiatan belum juga sirna.
Dibubarkan?
Keresahan sebagian masyarakat akan ‘ulah’ kelompok ini berujung pada tuntutan pembubaran kelompok tersebut. Menurut mereka, kelompok yang suka bertindak anarkis ini memang benar-benar meresahkan. Namun, kita belum tahu sebenarnya, siapakah sebagian masyarakat yang menuntut pembubaran itu? Apakah mereka termasuk pelaku kemungkaran yang merasa nyaman dengan aparat penegak hukum, namun merasa terganggu dengan dengan tindakan kelompok ini atau benar-benar masyarakat yang baik, namun merasa terganggu dengan ulah mereka?
Lemahnya penegakan hukum yang berakibat pada merajalelanya kemungkaranlah yang membuat mereka tergerak untuk beraksi. Mereka akan senantiasa melancarkan aksi mereka selama masih merajalelanya kemungkaran di sekitar mereka dan hukum belum benar-benar ditegakkan dan membuat jera pelaku kemungkaran.
Pembubaran kelompok mereka tidak akan berdampak apapun terhadap aksi mereka, karena selama masih ada kemungkaran dan hukum belum mampu memberantasnya, maka mereka akan tergerak untuk memberantasnya. Justru ini adalah tamparan keras bagi aparat penegak hukum agar mereka memperbaiki kinerja mereka, menegakkan keadilan, mengajak kebaikan dan memberantas kejahatan.
Paparan diatas baru membahas masalah SARA, bagaimana dengan penegakkan hukum tentang kasus Tindak Pidana Korupsi (tipikor) ?, siapa saja yang berperan didalamnya, apakah Kepolisian, para Jaksa, para Hakim, Elit Politik atau malah mereka semuanya ?, jika memang begitu lalu kepada siapa lagi kita harus mencari keadilan ?

Sumber : lihatberita

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA

Cita-cita reformasi untuk mendudukan hukum di tempat tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga detik ini tak pernah terrealisasi. Bahkan dapat dikatakan hanya tinggal mimpi dan angan-angan. Begitulah kira-kira statement yang pantas diungkapkan untuk melukiskan realitas hukum yang ada dan sedang terjadi saat ini di Indonesia.
Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan akibat dari kondisi penegakan hukum yang stagnan dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif (hanya kepada yang lemah). Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang “kumuh” seperti itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M) yang menyatakan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat.
Akibat yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri di masyarakat adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada.
Lalu pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat lima faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, kelima faktor tersebut yaitu :
Pertama, lemahnya keinginan politik dan tindakan politik para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, penegakan hukum masih sebatas janji-janji politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye.
Kedua, rendahnya moral, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.
Ketiga, minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum.
Keempat, tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.
Kelima, kebijakan (policy) yang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif (menyeluruh) dan tersistematis.
Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Terkait dengan struktur sistem hukum, perlu dilakukan penataan terhadap intitusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum. Dan hal lain yang sangat penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur sistem hukum di Indonesia adalah birokrasi dan administrasi lembaga penegak hukum. Memang benar bahwa salah satu ciri dari hukum modern adalah hukum yang sangat birokratis. Namun, birokrasi yang ada harus respon terhadap realitas sosial masyarakat sehingga dapat melayani masyarakat pencari keadilan dengan baik.
Untuk budaya hukum (legal culture) perlu dikembangkan prilaku taat dan patuh terhadap hukum yang dimulai dari atas (top down). Artinya, apabila para pemimpin dan aparat penegak hukum berprilaku taat dan patuh terhadap hukum maka akan menjadi teladan bagi rakyat.
Akhirnya, kita hanya bisa berharap agar pemerintah dapat menyelesaikan masalah penegakkan hukum di negara yang kita cintai ini yaitu Indonesia. ***